Rekomendasi Chanel Youtube dengan Konten Horor
Tidak ada yang benar-benar tahu kapan legenda tentang Halte Jam 00.00 mulai dipercaya, tapi semua orang di kota ini sepakat bahwa halte tua di ujung Jalan Kartini sebaiknya dihindari setelah tengah malam. Halte itu sudah lama tidak dipakai sejak jalur bus dialihkan, namun entah kenapa, setiap pukul dua belas malam selalu ada satu orang yang berdiri di sana, menunggu bus yang tidak pernah datang. Orang-orang menyebutnya sebagai “penumpang terakhir”.
Malam itu aku pulang terlalu larut setelah lembur dan memutuskan memotong jalan lewat Jalur Kartini agar lebih cepat sampai kos. Saat melintas, pandanganku tertumbuk pada sosok perempuan berdiri tepat di bawah lampu halte yang berkedip-kedip redup. Dia mengenakan seragam putih seperti siswi, membawa tas selempang lusuh, dan menundukkan kepala seolah sedang membaca sesuatu di ponselnya. Padahal jam di ponselku menunjukkan pukul 00.07. Tidak ada jadwal bus. Tidak ada alasan siapa pun berdiri di sana.
Aku berhenti tanpa sadar. Jalanan kosong. Sunyi. Hanya bunyi serangga malam dan angin yang menggesek daun kering. Ketika aku menengok, perempuan itu sudah berdiri lebih dekat dari sebelumnya, terlalu dekat untuk dijelaskan dengan logika. Bau tanah basah dan dingin menyelubungi udara di sekitarnya.
“Bus terakhir selalu telat,” katanya dengan senyum tipis. “Aku nunggu dari dulu.”
Aku menelan ludah, mencoba berkata bahwa halte itu sudah tidak aktif, tapi bibirku terasa kaku. Dia hanya menunjuk ke arah jalan gelap di depan, seolah ingin aku menemaninya berjalan.
Saat aku mundur perlahan, panjang bayangannya di aspal perlahan berubah, memanjang tidak wajar, seperti sesuatu yang bukan berbentuk manusia sepenuhnya. Aku akhirnya berlari tanpa menoleh lagi, jantung berdetak tak karuan, napas tercekat oleh rasa takut yang belum pernah kurasakan sebelumnya.
Keesokan harinya aku menceritakan kejadian itu pada penjaga warung dekat sana. Wajahnya langsung menegang. Ia hanya berkata pelan bahwa dulu pernah ada siswi yang meninggal tertabrak bus tepat di halte itu karena pulang terlalu malam dan menunggu sendirian. Sejak saat itu, setiap tengah malam, ada saja orang yang mengaku melihat seorang gadis menunggu bus yang tidak lagi beroperasi, mencari seseorang yang mau menemaninya pulang.
Sejak malam itu, aku tidak pernah lagi melewati Jalan Kartini setelah jam dua belas. Tapi kadang, saat suara motor di kejauhan terdengar melemah, aku masih teringat tatapan kosong itu… seolah di suatu halte gelap, masih ada seseorang menunggu, berharap ada yang berhenti dan berkata, “Ayo, aku antar pulang.”
Comments
Post a Comment
Yuk, kasih komentar terbaik kamu.
INGAT!!
Berkomentarlah dengan bijak dan baik.